Petunjuk Teknis Bantuan Inkubasi Bisnis Pesantren Tahun Anggaran 2022

 

Petunjuk Teknis Bantuan Inkubasi Bisnis Pesantren Tahun Anggaran 2022 - INTEL MADRASAH
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM
NOMOR TAHUN 2021
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS BANTUAN INKUBASI BISNIS PESANTREN
TAHUN ANGGARAN 2022
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM

A. Latar Belakang
Dalam upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaanserta akhlak mulia, Pesantren yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan kekhasannya telah berkontribusi penting dalam mewujudkan Islam yang rahmatan lil’alamin dengan melahirkan insan beriman yang berkarakter, cinta tanah air dan berkemajuan, serta terbukti memiliki peran nyata baik dalam pergerakan dan perjuangan meraih kemerdekaan maupun pembangunan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Pesantren sebagai subkultur, memiliki kekhasan yang telah mengakar serta hidup dan berkembang di tengah masyarakat dalam menjalankan fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Pesantren merupakan lembaga yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, atau organisasi masyarakat Islam dan/atau masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., menyemaikan akhlak mulia, serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil’alamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren (UU Pesantren), menjadi momen penting bagi upaya memaksimalkan kehadiran negara untuk memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi kepada Pesantren berdasarkan tradisi dan kekhasannya. UU Pesantren juga menjadi landasan untuk menyelesaikan masalah kesenjangan alokasi sumber daya negara yang besar dalam pengembangan Pesantren. Sebagai bagian strategis dari kekayaan tradisi dan budaya bangsa Indonesia yang perlu dijaga kekhasannya, Pesantren perlu diberi kesempatan untuk berkembang, dan ditingkatkan mutunya oleh semua komponen bangsa, dan sudah menjadi tugas pemerintah untuk memastikannya. UU Pesantren memberikan landasan hukum bagi rekognisi terhadap peran Pesantren dalam membentuk, mendirikan, membangun, dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia, tradisi, nilai dan norma, varian dan aktivitas, profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan, serta proses dan metodologi penjaminan mutu. UU Pesantren juga menjadi landasan hukum bagi pemerintah untuk memberikan fasilitasi dalam pengembangan Pesantren.

Sebagai salah satu bentuk perwujudan dari komitmen pemerintah khususnya Kementerian Agama, Program Kemandirian Pesantren telah ditetapkan sebagai program prioritas Kementerian Agama melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 749 Tahun 2021 tentang Program Kemandirian Pesantren yang mempunyai tujuan untuk mengoptimalkan sumber daya pesantren, serta untuk meningkatkan kesejahteraan Pesantren dan masyarakat. Sebagai acuan pelaksanaan, telah ditetapkan peta jalan bagi Program Kemandirian Pesantren melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 1252 Tahun 2021 tentang Peta Jalan Kemandirian Pesantren.

Dalam peta jalan tersebut, Program Kemandirian Pesantren memiliki strategic goals dalam hal: (1) penguatan fungsi Pesantren dalam menghasilkan insan (SDM) yang unggul dalam ilmu agama, keterampilan kerja, kewirausahaan; (2) penguatan Pesantren dalam mengelola unit bisnis sebagai sumber daya ekonomi yang kuat dan berkelanjutan; (3) penguatan Pesantren dalam menjalankan fungsi Pemberdayaan Masyarakat dengan menjadi community economic hub di lingkungannya; dan (4) penguatan peran Kementerian Agama dalam mewujudkan Kemandirian Pesantren.

Dalam menyelenggarakan fungsi pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan Pesantren dan masyarakat, Pesantren melaksanakan aktivitas dalam menyiapkan sumber daya manusia yang mandiri dan memiliki keterampilan agar dapat berperan aktif dalam pembangunan. Bentuk rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi dalam Program Kemandirian Pesantren mengacu pada layanan bagi penyelenggaraan fungsi pemberdayaan masyarakat Pesantren yang merupakan amanat dalam UU Pesantren, di mana pemerintah memberikan rekognisi terhadap penyelenggaraan aktivitas pemberdayaan masyarakat oleh Pesantren dalam bentuk: (1) pelatihan dan praktik kerja lapangan; (2) penguatan potensi dan kapasitas ekonomi Pesantren dan masyarakat; (3) pendirian koperasi, lembaga keuangan, dan lembaga usaha mikro, kecil, dan menengah; (4) pendampingan dan pemberian bantuan pemasaran terhadap produk masyarakat; (5) pemberian pinjaman dan bantuan keuangan; (6) pembimbingan manajemen keuangan, optimalisasi, dan kendali mutu; (7) pelaksanaan kegiatan sosial kemasyarakatan; (8) pemanfaatan dan pengembangan teknologi industri; dan/atau (9) pengembangan program lainnya. Selain itu, Pemerintah juga memberikan afirmasi sebagai wujud dukungan dan fasilitasi sekurangnya dalam bentuk: (1) bantuan keuangan; (2) bantuan sarana dan prasarana; (3) bantuan teknologi; dan/atau (4) pelatihan keterampilan.

Salah satu upaya meningkatkan kapasitas Pesantren dalam mengelola unit bisnis sebagai sumber daya ekonomi yang kuat dan berkelanjutan sebagai bagian dari strategic goals yang ingin dicapai dalam peta jalan Program Kemandirian Pesantren, adalah melalui pengembangan kerjasama terkait penguatan unit bisnis pesantren dengan mengembangkan proyek-proyek inkubasi bisnis. Untuk memberikan fasilitasi pengembangan inkubasi bisnis di Pesantren pada Tahun Anggaran 2022, Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam mengalokasikan bantuan pemerintah dalam bentuk Bantuan Inkubasi Bisnis Pesantren Tahun Anggaran 2022.

Agar penyaluran dan pelaksanaan Bantuan Inkubasi Bisnis Pesantren Tahun Anggaran 2022 dapat dilaksanakan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, perlu disusun acuan melalui Petunjuk Teknis Bantuan Inkubasi Bisnis Pesantren Tahun Anggaran 2022.

B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Petunjuk Teknis Bantuan Inkubasi Bisnis Pesantren Tahun Anggaran 2022 dimaksudkan sebagai acuan untuk menjamin penyaluran Bantuan Inkubasi Bisnis Pesantren Tahun Anggaran 2022 tepat sasaran, tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat prosedur.

2. Tujuan
Petunjuk Teknis Bantuan Inkubasi Bisnis Pesantren Tahun Anggaran 2022 bertujuan untuk menjamin efektifitas, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitasi pemberian Bantuan Inkubasi Pesantren Tahun Anggaran 2022

C. Asas
Petunjuk Teknis Bantuan Inkubasi Bisnis Pesantren Tahun Anggaran 2022 ini disusun berdasarkan asas pelaksanaan bantuan pemerintah pada Kementerian Agama, yaitu kepastian bentuk, kepastian identitas penerima, kejelasan tujuan, kejelasan penanggung jawab, dan ketersediaan anggaran.

Adapun asas yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yaitu asas legalitas, asas perlindungan terhadap hak asasi manusia, serta asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) yang mencakup asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, asas ketidakberpihakan, asas kecermatan, asas tidak menyalahgunakan wewenang, asas keterbukaan, asas kepentingan umum, dan asas pelayanan yang baik.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Petunjuk Teknis Bantuan Inkubasi Bisnis Pesantren Tahun Anggaran 2022 ini meliputi Pendahuluan, Pelaksanaan Bantuan, Pengendalian, Monitoring dan Evaluasi, Layanan Pengaduan Masyarakat, serta Penutup.

E. Pengertian Umum
Dalam petunjuk teknis ini yang dimaksud dengan:
  1. Bantuan Pemerintah Pada Kementerian Agama yang selanjutnya disebut Bantuan Pemerintah adalah bantuan yang tidak memenuhi kriteria bantuan sosial yang diberikan oleh Kementerian Agama kepada perseorangan, kelompok masyarakat atau lembaga pemerintah/non pemerintah.
  2. Bantuan Inkubasi Bisnis Pesantren Tahun Anggaran 2022 yang selanjutnya disebut Bantuan adalah bantuan lainnya yang memiliki karakteristik sebagai Bantuan Pemerintah yang diberikan dalam bentuk uang untuk pengembangan kerjasama terkait penguatan unit bisnis pesantren dengan mengembangkan proyek-proyek inkubasi bisnis.
  3. Pondok Pesantren, Dayah, Surau, Meunasah, atau sebutan lain, yang selanjutnya disebut Pesantren adalah lembaga yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam, dan/atau masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., menyemaikan akhlak mulia serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil‘alamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  4. Nomor Statistik Pesantren yang selanjutnya disingkat NSP adalah nomor identitas yang diperuntukkan bagi Pesantren.
  5. Piagam Statistik Pesantren yang selanjutnya disebut PSP adalah tanda bukti daftar yang diberikan kepada Pesantren.
  6. Kementerian Agama adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang agama.
  7. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.
  8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pendidikan Islam.
  9. Direktorat adalah Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren.
  10. Direktur adalah Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren.
  11. Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal pada Kementerian Agama di tingkat Provinsi.
  12. Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Kantor Kementerian Agama adalah instansi vertikal pada Kementerian Agama di tingkat Kabupaten/Kota.
  13. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah Menteri Agama yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran pada Kementerian Agama.
  14. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggungjawab penggunaan anggaran pada Kementerian Agama.
  15. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
  16. Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PP-SPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh KPA untuk melakukan pengujian atas Surat Permintaan Pembayaran dan menerbitkan Surat Perintah Membayar.
  17. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.
  18. Aparat pengawas fungsional atau disebut juga aparat pengawas intern pemerintah adalah instansi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan.
  19. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang digunakan sebagai acuan Pengguna Anggaran dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
  20. Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara atau pejabat yang ditunjuk untuk menampung seluruh penerimaan negara dan atau membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank/Sentral Giro yang ditunjuk.
  21. Pembayaran Langsung yang selanjutnya disebut Pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada Bendahara Pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, keputusan, surat tugas, atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Langsung.
  22. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
  23. Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut SPMLS adalah dokumen yang diterbitkan untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA dalam rangka pembayaran tagihan kepada penerima hak/Bendahara Pengeluaran.
  24. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
  25. Penerima bantuan adalah Pesantren yang ditetapkan melalui surat Keputusan yang ditetapkan oleh PPK dan disahkan oleh KPA sebagai sebagai penerima Bantuan.
  26. Tim ahli pengembangan usaha yang selanjutnya disebut Tim Ahli adalah tim yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal dengan tugas utama menyiapkan bahan/materi serta melaksanakan pelatihan dan/atau pendampingan pengembangan usaha di Pesantren dengan berpedoman pada Peta Jalan Kemandirian Pesantren.
  27. Rencana penggunaan dana Bantuan yang selanjutnya disebut rencana penggunaan adalah rencana usaha/business plan yang disusun berdasarkan analisis kelayakan.
  28. Perjanjian Kerjasama yang selanjutnya disebut Perjanjian adalah perikatan antara PPK dengan penerima bantuan yang paling sedikit memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak, jumlah bantuan yang diberikan, tata cara dan syarat penyaluran, pernyataan kesanggupan penerima Bantuan untuk menggunakan bantuan sesuai dengan rencana yang telah disepakati, pernyataan kesanggupan penerima Bantuan untuk menyetorkan sisa dana yang tidak digunakan ke Kas Negara, dan penyampaian laporan pertanggungjawaban bantuan kepada PPK setelah pekerjaan selesai atau akhir tahun anggaran.
Selengkapnya silahkan unduh file juknisnya berikut:

Link copied to clipboard